Jumat, 10 Februari 2012

Elpiji Belum Sampai ke Sungkung


Oleh: Okta Lapo
Kalau orang-orang di kota sudah bisa makai gas elpiji 3 kg, kami di Sungkung kayaknya tidak seperti itu. Manalah bisa diantar ke Sungkung, jalannya belum jadi. Inilah yang sulit untuk konversi gas.

Perlu duit yang banyak kalau mau makai gas di Sungkung. Bisa jadi harganya juga lebih mahal. Ongkos angkutnya saja sudah tinggi. Karena jauhnya perjalanan menuju Sungkung.

Yang bikin mahal dan bersarnya operasional warga itu dikarenakan susahnya untuk mendapatkan gas. Gas memang diberikan secara gratis, namun untuk pengambilan gas itu, warga harus menempuh jalan air dan darat. Tempuhan jalan air itu dikarenakan tidak ada jalan darat yang bisa dilalui kendaraan roda empat untuk ke Sungkung.

Sungkung merupakan daerah yang paling tertinggal di daerah perbatasan dengan Malaysia di Kabupaten Bengkayang. Daerah ini tidak memiliki akses darat beraspal. Bukan itu saja, daerah ini juga belum diterangi listrik. Bila dihitung dari biaya, bagi warga Bengkayang untuk pergi ke Sungkung harus menyediakan anggaran perjalanan, dua hingga tigas rutus ribu untuk sekali jalan. (*)

Kamis, 02 Februari 2012

Sungkungku Masih Terisolir


Oleh: Okta Lapo

Aku seorang anak dari Sungkung. Sebuah desa yang berbatasan dengan Malaysia. Jarak tempuh Sungkung ke Bengkayang, ibu kota Kabupaten Bengkayang sekitar 200 kilometer. Ironisnya, hingga saat ini belum ada jalan yang representatif untuk bisa menempuh perjalanan ke kampung itu. Walau begitu, tak ada keinginan bagi kami untuk memisahkan diri dari negara ini. Kami tetap ingin menjadi warga negara Indonesia.

Sangat banyak susahnya kami di kampong itu. Kalau mau bikin kartu keluarga dan kartu tanda penduduk, kami sangat kesulitan. Untuk mendapat surat rekomendasi dari kecamatan saja, kami harus berjalan kaki puluhan kilometer. Jadi, hanya untuk mendapat identitas kewarganegaraan saja, kami harus berjuang berhari-hari meninggalkan kampung dan pekerjaan.

Zaman Indonesia ini belum merdeka, jalan dibuat oleh Belanda. Setelah Indonesia merdeka, jalan menuju Sungkung belum juga dibangun. Inilah realitas hidup kami di Sungkung. Walau begitu, kami tetap saja setia kepada republik ini. (*)